qur'an

Rabu, 25 Januari 2012

merenungi keajaiban alquran

Betapa bergeloranya keinginan dan hasrat saya sejak waktu-waktu yang lalu untuk dapat menulis di situs kesayangan kita ini sesuatu yang bertalian dengan kebesaran dan keistimewaan Al-Qur’an. Hari ini saya sangat bersyukur kepada Allah karena akhirnya Allah membukakan kesempatan bagi saya untuk itu.

Di dalam surat An-Nisaa’ ayat 82 Allah mengingatkan:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا Ayat ini memberikan peringatan kepada manusia bahwa Al-Qur’an semata-mata datang dari Allah, sebab sekiranya saja ia berasal dari selain Allah, niscaya manusia akan mendapati di dalamnya berbagai macam perselisihan.

Ayat di atas dapat dijadikan sumber sanggahan bagi orang-orang yang meragukan kebenaran Al-Qur’an, baik di masa-masa dahulu atau pun terhadap mereka yang senantiasa menyudutkan Islam dan Al-Qur’an di saat ini.

Terbersit dari ayat yang saya kutipkan di atas bahwa merenungi Al-Qur’an dapat membuat kita menemukan kedamaian hati. Mengapa demikian? Sebab kitab Allah ini sunyi dari segala bentuk kontroversi atau perselisihan. Berbeda dengan buku-buku ciptaan manusia, seberapa pun kehebatan penulisnya, selalu saja terbuka untuk menjadi bahan perdebatan. Tulisan dan karya-karya manusia yang paling sempurna, tetap menyisakan celah argumentasi dan kelemahan.

Al-Qur’an memang jauh berbeda. Melalui ”tadabbur”, manusia akan dapat memahami gambaran dan ilustrasi-ilustrasi indah yang diberikan Allah. Dengan bertadabbur, manusia akan bisa menemukan celah-celah keutamaan Al-Qur’an. Sebagian dari keutamaan ini ialah tidak pernah sepinya ayat-ayat yang dikandungnya dari kesadaran. Ayat-ayat ini selalu memberikan rasa aman dan hukum atas suatu yang dipercaya kebenarannya.

Namun kita harus yakin sepenuh hati bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang tertulis ini tidak sekedar konsumsi untuk dibaca atau dihafal. Tidak pula ayat-ayat suci ini sekedar untuk dilombakan dengan alunan suara indah. Perhatikan peringatan Allah:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ

”Apakah mereka tidak merenungi Al-Qur’an?” . kata tadabbur dimaksudkan merenungi atau berkontemplasi. Untuk dapat melakukan perenungan, kita harus meyakini setiap kebenaran yang dikandungnya.

Oleh karena itulah, maka Allah mengingatkan mereka yang hati-hatinya tertutup rapat. Hati-hati yang tertutup tidak akan terpengaruh sedikitpun oleh kebesaran ayat-ayat Allah. Tak ada yang bisa diharapkan lagi dari hati yang sudah terkunci rapat. Oleh karena itu, surat Muhammad 24 yang saya kutipkan di atas kemudian berlanjut dengan

أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

”Ataukah hati nurani mereka terkunci rapat.?

Mengapa Allah menggambarkan hati mereka yang tidak melakukan tadabbur terhadap Al-Qur’an sebagai hati yang terkunci rapat? Sebab hati yang tertutup adalah ibarat cendela-cendela rumah yang tak pernah dibuka. Bagaimana sinar matahari akan dapat memancar masuk ke dalam rumah itu? Cendela-cendela ini perlu dibuka agar sang surya dapat menembus masuk dan membuat rumah yang gelap gulita menjadi terang. Hati nurani harus senantiasa dibuka di hadapan Al-Qur’an agar kita dapat menyingkap tabir kehidupan.

Di dalam surat As-Shaad ayat 29 Allah mengingatkan: ”Ini sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan keberkatan, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang mengerti mau berpikir.” Isyarat Allah ini menjadi peringatan bahwa Al-Qur’an diturunkan bukan semata-mata untuk dibaca dengan cepat dan tergesa-gesa, sebab memperlakukan Al-Qur’an demikian ini hanyalah perbuatan sia-sia. Al-Qur’an perlu dikaji dan direnungkan agar manusia dapat melihat dengan seksama sesuatu yang ”dititipkan Allah” berupa kebenaran, petunjuk, dan kemenangan.

Nilai berkah yang paling tinggi ada pada Al-Qur’an. Ia mengandung bobot syariat dan perundangan yang mampu menciptakan perbaikan dan kedamaian bagi manusia. Al-Qur’an adalah Kalam Ilahi yang tidak dibatasi oleh dimensi tempat atau pun waktu. Sepanjang masa, manusia akan senantiasa membutuhkan kandungan isinya. Ayat-ayatnya bukan sekedar pendorong, atau motivator dan himbauan belaka. Dalam perjalanan sejarah yang demikian panjang, terbukti kitab suci ini mampu membangun aneka perbaikan bagi semua aspek kehidupan.

Kebesaran Al-Qur’an digambarkan Allah di berbagai ayat. Di antara lukisan kebesaran ini, surat Al-Hasyr 21 memberikan gambaran yang sungguh luar biasa:

لَوْ أَنْزَلْنَا هَذَا الْقُرْآَنَ عَلَى جَبَلٍ لَرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Di dalam ayat ini, Allah seolah berbicara kepada manusia bahwa seandainya Al-Qur’an diturunkan di atas sebuah gunung, dan kalau seandainya saja gunung dilengkapi dengan indra, akal dan hati, pasti manusia akan dapat menyaksikan betapa gunung akan menjadi khusyuk. Manusia akan dapat melihat, betapa kekerasan dan ketinggian gunung ini luluh karena takut kepada Allah!

Permisalan pada ayat di atas adalah suatu isyarat yang menunjukkan betapa pentingnya mengkaji kandungan Al-Qur’an dengan tekun dan sungguh-sungguh. Ini karena kitab Allah ini mempunyai rentang yang teramat luas serta cakrawala terbentang, wawasan yang dalam dan jauh, sarat dengan segala sesuatu yang teramat berharga.

Ketika pertama kali mendengar seseorang membaca awal surat At-Thuur, Umar bin Khathab yang dikenal gagah berani, menjadi sempoyongan dan menyandarkan tubuhnya di tembok. Ia pun kemudian pulang dan jatuh sakit selama sebulan sehingga banyak orang yang menjenguknya. Betapa khalifah yang sehebat itu, menjadi lemah lunglai tiada berdaya oleh kebesaran Al-Qur’an!

Di dalam perjalanan masa yang begini panjang, Al-Qur’an telah membuktikan dirinya sebagai kitab suci yang tak pernah dapat ditandingi oleh kitab apa pun. Sungguh Maha Benar Allah yang di dalam surat Yunus ayat 38 menantang orang-orang yang memojokkan Al-Qur’an agar mereka membuat satu surat saja seperti yang terdapat dalam kitab suci ini. Kenyataannya, sejak dahulu kala sampai kini, tidak satu pun karya manusia yang mampu menyerupai Al-Qur’an.

Dari sekian banyak aspek keajaiban yang melekat pada Al-Qur’an, ia mampu menggambarkan kebijakan besar dalam kehidupan manusia ke dalam kalimat-kalimat singkat. Perhatikan bagaimana surat Al-Baqarah ayat 187 melukiskan ”istri-istri kamu sebagai pakaian untukmu, dan kamu sebagai pakaian bagi mereka.” Amati pula betapa Al-Qur’an mengilustrasikan kekuatan di luar kekuatan Allah tak ubahnya seperti rumah laba-laba yang begitu rentan dan mudah hancur, sebagai yang tersirat dalam surat Al-Hajj 73.

Berapa kali dalam hidup ini kita mengkhatamkan Al-Qur’an. Sekali pun dibaca beribu kali, ternyata kemanisan dan kedalaman kata-kata yang digunakannya tak pernah meninggalkan kesan monoton dan membosankan. Bahkan, setiap kali dipelajari, setiap kali pula ia mampu menampilkan pesan-pesan baru yang mengagumkan.

Keharmonisan yang ditampilkan Al-Qur’an juga sungguh luar biasa. Cobalah menyandingkan satu saja ayat Al-Qur’an di antara bermacam teks dan bacaan berbahasa Arab lainnya. Orang akan segera dapat membedakan mana yang datang dari Al-Qur’an dan mana yang bukan.

Di dalam surat Al-Israa’ ayat 88, Allah memastikan bahwa seandainya semua jin dan manusia berkumpul untuk menciptakan sebuah kitab serupa Al-Qur’an, tentu mereka tak akan pernah dapat berhasil meski pun satu dengan lainnya saling membantu. Ayat ini diturunkan Allah sebagai sanggahan terhadap perkataan orang-orang sebagaimana disitir Allah dalam Al-Anfaal 31, ”Kalau kami menghendaki, niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini.”

Kelebihan yang lain dari kitab suci ini adalah ciri komprehensif yang dimilikinya. Ia memuat berbagai reasoning (alasan) dan penjabaran pada contoh dan misal kejadian baik mengenai kehidupan di dunia mau pun di akherat. Al-Qur’an juga menyikapi fakta menyangkut berbagai problema keluarga, hukum, politik, militer, etika, pengalaman sejarah dan sebagainya.

Al-Qur’an juga sangat realistik. Isi kandungannya tidaklah sekali-kali didasarkan pada dugaan semata. Kisah-kisah yang dimuatnya terdokumentasikan dengan rapi dan riil. Ciri universal yang melekat pada Al-Qur’an akan mampu memberikan manfaat kepada semua orang di semua lapisan tanpa membedakan kapan dan di mana mereka berada. Al-Qur’an bukanlah sebuah kitab yang khusus untuk waktu, tempat atau masyarakat tertentu.

Perhatikan betapa pula Al-Qur’an telah menjawab perjalanan waktu. Pengaruh abadi yang dimiliki kitab Allah ini senantiasa menguakkan bermacam rahasia seiring dengan semakin lanjutnya usia peradaban manusia, dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan sain. Al-Qur’an patut disebut sebagai suatu keajaiban luar biasa, Kalam Ilahi yang diturunkan kepada manusia terpilih sebagai suatu Maha Karya melalui seorang nabi ummi di suatu tempat yang tandus dari kemampuan membaca dan menulis. Al-Qur’an utuh sepanjang jaman karena tak pernah dan tak akan pernah terkontaminasi oleh tambahan atau pun reduksi. Al-qur’an selamanya tak akan tersentuh oleh bentuk distorsi apa pun.

Banyak ilmuan yang memiliki kepekaan pikiran, khususnya yang sering menekuni firman-firman Allah, tak habis-habisnya menaruh rasa kagum. Dengan perundangan dan syariat Allah dalam Al-Qur’an mereka dapat menyentuh suatu keyakinan, bahwa dia atas setiap orang pandai pasti ada Yang Maha Pandai, Yang Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu yaitu Allah. Di atas Allah tak akan pernah ada lagi!

Al-Qur’an yang merupakan sumber pandangan Allah telah menempuh perjalanan panjang berabad-abad lamanya. Namun, ia tetap tumbuh bersemi mengguncangkan jiwa manusia yang paling dalam. Ia senantiasa mendapat kedudukan terhormat dan paling mulia di antara semua kitab yang pernah ada di dunia.

Akhirnya, di sela-sela besarnya rasa syukur saya kepada Allah setelah menyelesaikan tulisan ini, saya memohon ampun kepadaNya. Ternyata, teramat sedikit yang dapat saya tulis tentang kebesaran dan keagungan Al-Qur’an. Ternyata, terlalu kecil diri saya ini untuk bisa menyingkap tabir kedigdayaan Al-Qur’an. Saya memang terlalu dhoif untuk bisa menjangkau apa yang saya inginkan. Semoga Allah selalu mengampuni diri saya…..!

Jumat, 06 Januari 2012

pendapat imam malik tentang diperbolehkan [halal] tikus ular dan kucing hutan [liar ] meskipun makruh

IMAM MALIK'' mengatakan bahwa memakan binatang binatang melata diatas bumi hukumnya MAKRUH tidak sampai haram,seperti tikus misalnya '' dan ia juga mengatakan tidak apa apa memakan tikus turi dan ular asalkan disembelih.   dan ia mengatakan pula memakan anjing hutan dan kucing hutan [serigala] hukumnya makruh . adapun mengenai kucing hutan ini , terdapat dua riwayat  dari imam ahmad         
1memperbolehkan   
2 mengharamkan

tarsyih al-mustafidin hal 207 syirkah bungkul